Imam Hanbali, Pemegang Teguh Hadits Nabi (1)


Imam Hanbali (Ilustrasi)
''Ia murid paling cendekia yang pernah saya jumpai selama di Baghdad. Sikapnya menghadapi sidang pengadilan dan menanggung cobaan akibat tekanan khalifah Abbasiyah karena menolak doktrin resmi Muktazilah merupakan saksi hidup watak agung dan kegigihan yang mengabadikannya sebagai tokoh besar sepanjang masa.''

Demikian penilaian yang diungkapkan oleh Imam Syafi'i, yang tak lain adalah guru Imam Hanbali.

Imam Hanbali yang bernama lengkap Ahmad bin Muhammad bin Hanbal adalah seorang ulama besar di bidang hadits dan fikih yang pernah dimiliki dunia Islam. Dilahirkan di Salam, Baghdad, pada 164 H, Imam Hanbali sudah menunjukkan kecerdasannya sejak usia dini. Ketika usianya relatif muda, ia sudah hafal Alquran.

Hanbali mendapatkan pendidikannya yang pertama di Kota Baghdad. Saat itu, kota Baghdad telah menjadi pusat peradaban dunia Islam, yang penuh dengan manusia yang berbeda asalnya dan beragam kebudayaannya, serta penuh dengan beragam jenis ilmu pengetahuan. Di sana tinggal para qari’, ahli hadits, para sufi, ahli bahasa, filsuf, dan sebagainya.

Perhatiannya sangat besar pada ilmu pengetahuan. Ia dengan tekun belajar hadits, bahasa, dan administrasi. Ia banyak menimba ilmu dari sejumlah ulama dan para fukaha besar. Antara lain Abu Yusuf (seorang hakim dan murid Abu Hanifah) dan Hisyam bin Basyir bin Abi Kasim (ulama hadits di Baghdad). Ia juga berguru kepada Imam Syafi'i, dan mengikutinya sampai ke Baghdad.

Suatu ketika seseorang menegurnya, ''Anda telah sampai ke tingkat mujtahid dan pantas menjadi imam. Mengapa masih menuntut ilmu?Apakah Anda akan membawa tinta ke kuburan?''

Imam Hanbali pun menjawab, ''Saya akan menuntut ilmu sampai saya masuk ke liang kubur.''

Disamping itu ia juga menaruh perhatian besar kepada hadits-hadits Nabi SAW. Karena perhatiannya yang besar, banyak ulama, seperti Ibnu Nadim, Ibnu Abd Al-Bar, At-Tabari, dan Ibnu Qutaibah, menggolongkan Imam Hanbali ke dalam golongan ahli hadits, bukan golongan mujtahid. Namun, inilah sebenarnya karakteristik Mazhab Hanbali. Mazhab itu selalu berpedoman pada teks-teks hadits dan mempersempit ruang penggunaan qiyas dan akal.

Begitu besar perhatiannya kepada hadits, sehingga ia pergi melawat ke berbagai kota untuk mendapatkan hadits, antara lain ia pernah ke Hedzjaz, Kufah, dan Basra. Atas usahanya itu, akhirnya ia dapat menghimpun ribuan hadits yang dimuat dalam karyanya, Musnad Ahmad ibn Hanbal.

Imam Hanbali menyusun kitabnya yang terkenal itu dalam jangka waktu sekitar 60 tahun. Kitab ini menghimpun 40.000 hadits yang diseleksi dari sekitar 700.000 hadits yang dihafalnya.

Namun, Imam Abdul Aziz Al-Khuli (seorang ulama yang menulis banyak biografi tokoh-tokoh sahabat dan tabi'in) berpendapat bahwa ada 10.000 hadits yang berulang dalam kitab itu. Jadi menurutnya, kitab itu hanya mengandung 30.000 hadits. Sebagian besar ulama menganggap hadits dalam kitab ini sahih, tetapi ada juga ulama yang menyatakan beberapa hadits dalam kitab itu lemah. (Republika.co.id)



Adsense Indonesia

Postingan populer dari blog ini

Bahaya Pergaulan Bebas

Ketika Kuku kakiku Hampir Terlepas